Search This Blog

Wednesday, February 9, 2011

Bahkan Orang Yahudi Pun Menentang Israel

Oleh: Haris Priyatna, penulis buku Kebiadaban Zionis Israel:
Kesaksian Para Tokoh Yahudi (Mizan, 2009)

Ketika Israel membombardir Gaza awal tahun ini, sekelompok Yahudi anti-Zionis berdemonstrasi di depan Konsulat Israel New York memprotes kebrutalan itu. Demonstrasi itu mereka namakan “Protes Darurat untuk Menghentikan Pembantaian di Gaza.”

Mungkin kita agak heran jika mendengar ada orang Yahudi yang menentang Israel. Kebanyakan dari kita tentu mengira setiap Yahudi mestilah Zionis pendukung Israel. Ternyata tidak, dalam penelitian saya, banyak tokoh Yahudi yang menentang Zionis-Israel. Bahkan kekritisan orang Yahudi terhadap kebijakan Israel dan Zionisme memiliki sejarah yang cukup panjang.

Sebelum Perang Dunia II, mayoritas Yahudi adalah non-Zionis, dan sejumlah besar secara terbuka menentang Zionisme. Sebagaimana yang ditulis oleh Nahum Goldmann, mantan presiden World Jewish Congress, di dalam The Jewish Paradox, “Ketika Zionisme pertama kali muncul di panggung dunia, sebagian besar Yahudi menentangnya dan mencercanya. Herzl hanya didukung oleh minoritas.” Barulah setelah horor Holokaus disadari, sejumlah besar komunitas Yahudi mendukung Zionisme.

Mari kita kenali beberapa tokoh Yahudi yang anti Zionis-Israel. Albert Einstein pernah menyatakan penolakan atas penciptaan sebuah negara Yahudi kepada Anglo-American Committee of Inquiry, yang sedang mempelajari masalah Palestina pada Januari 1946. Einstein juga kelak menolak tawaran jabatan presiden negara Israel. Pada 1950, Einstein mempublikasikan pernyataan berikut ini: “Saya lebih cenderung mencari kesepakatan dengan pihak Arab berdasarkan hidup bersama dalam perdamaian daripada penciptaan sebuah negara Yahudi. Pengetahuan saya akan sifat esensial agama Yahudi menentang gagasan sebuah negara Yahudi dengan perbatasan, tentara, dan kekuasaan betapapun sederhananya.”

Erich Fromm, cendekiawan terkenal itu, juga kritis terhadap Zionisme. Dia menyatakan: “Klaim Yahudi terhadap Tanah Israel tidak dapat menjadi klaim politik yang realistis. Jika semua bangsa tiba-tiba mengklaim wilayah di mana nenek moyang mereka hidup dua ribu tahun yang lalu, dunia ini akan menjadi kacau.”

Israel heboh ketika empat anak pelopor politik Zionis sayap kanan berubah menentang warisan politik para ayah mereka. Yang terkenal adalah Yigal Arens, putra mantan menteri pertahanan Likud, Moshe Arens. Yigal Arens adalah penentang teguh Pendudukan Israel. Dana Olmert, putri PM Ehud Olmert menghadiri demonstrasi anti-perang selama perang Lebanon yang lalu.

Selama beberapa tahun belakangan, para aktivis perdamaian Yahudi dan Palestina berdemonstrasi setiap Jumat di desa Bilin, di tepi Tembok Pemisah. Salah satu pemrotes Israel yang rutin hadir adalah cucu Menachem Begin: Aminadav Begin. Bayangkanlah bagaimana orang Israel menanggapi fenomena itu, padahal Menachem Begin adalah dewa Zionisme sayap-kanan.

Yang keempat, Avrum Burg menulis buku Defeating Hitler, yang mengecam keras Israel dan seluruh kegiatan Zionis. Dia telah meninggalkan warisan keluarga yang berkomitmen kepada Zionis. Ayahnya, Yosef Burg, berpuluh tahun mengabdi sebagai ketua National Religious Party Israel.

Lalu ada pula para wartawan Yahudi yang dalam tulisan-tulisannya kerap menentang Israel. Wartawati surat kabar Ha'aretz Amira Hass sering bersimpati pada sudut pandang rakyat Palestina dan kritis terhadap kebijakan Israel atas warga Palestina. Dia tinggal di Gaza dan telah menulis buku tentang penderitaan Gaza yang berjudul Drinking the Sea at Gaza: Days and Nights in a Land under Siege. Wartawan lainnya adalah Gideon Levy. Dia rutin pergi ke Wilayah Pendudukan untuk meliput penderitaan rakyat Palestina.

Dari kalangan akademisi ada Ilan Pappé yang kini menjadi profesor sejarah di University of Exeter, Inggris. Dia sebelumnya adalah dosen senior ilmu politik di Haifa University. Dia terusir dari Israel karena pandangannya yang memihak Palestina. Dia pernah mengatakan: “Saya mendukung Hamas dalam perlawanannya terhadap pendudukan Israel. Negara apa pun yang melakukan pendudukan tak bisa disebut negara demokratis.” Ilan Pappé pernah menulis artikel yang berjudul "Genocide in Gaza, ethnic cleansing in the West Bank" yang diterbitkan di Tehran Times. Tulisan-tulisannya di The Electronic Intifada juga bernada sama.

Lantas siapa yang tak kenal Noam Chomsky? Dia kerap dicap anti-Semit karena merupakan kritikus Yahudi yang paling menyerang kebijakan Israel. Ada pula akademisi Yahudi yang sempat lama bermukim di Gaza: Dr. Sara Roy, ilmuwan dari Harvard University yang melakukan riset di Jalur Gaza dan Tepi Barat sejak 1985 dalam bidang pembangunan ekonomi dan sosial. Walaupun kajiannya tentang ekonomi, Roy sangat tajam mengkritik Israel dalam tulisan-tulisannya.

Dalam bukunya The Gaza Strip: The Political Economy of De-Development, Roy berpendapat bahwa kerusakan ekonomi Palestina di bawah pendudukan Israel lebih parah ketimbang yang dialami wilayah-wilayah jajahan lainnya. Bagi Roy, tujuan dasar Israel bukanlah untuk mengeksploitasi, melainkan mencabut hak milik bangsa Palestina. “Mereka merampok sumber-sumber daya ekonomi terpenting,” ungkap Roy.

Mungkin yang lebih mengherankan adalah banyak pula para rabbi yang menjadi penentang keras Zionis-Israel. Di antaranya adalah Rabbi Moshe Aryeh Friedman dari Austria. Dia terkenal karena partisipasinya dalam International Conference to Review the Global Vision of the Holocaust pada 2006 di Teheran. Di forum itu, Friedman bahkan dicium oleh Ahmadinejad.

Jika orang Muslim menentang Israel, tentu kita memandang sudah sewajarnya. Namun, jika ternyata cukup banyak orang Yahudi yang menentang Israel, tentu dunia akan sadar bahwa kekejian Israel terhadap Palestina memang melampaui batas.[]


http://harispriyatna.multiply.com/journal/item/34

No comments:

Post a Comment