Search This Blog

Friday, May 20, 2011

Israel – Didirikan Melalui Terorisme, Dipupuk Dengan Darah

Oleh: Barbara Lee
(www.scribd.com/doc/13393909/Israel-Created-by-Terrorism)
Barat lupa bahwa Israel didirikan di atas darah dan terorisme
ISRAEL NEGARA TERORIS
Karya ini didedikasikan kepada semua orang yang mengatakan bahwa HAMAS-lah yang memulai situasi antara Israel dan Palestina terutama berkaitan dengan holocaust teranyar dari tanggal 28 Desember 2008 sampai 18 Januari 2009. Ini ditujukan kepada semua orang yang mengklaim bahwa HAMAS melanggar gencatan senjata dan merupakan teroris dari neraka. Saya tidak membela HAMAS sama sekali, tapi alangkah baiknya bagi orang-orang yang hidup dalam penyangkalan untuk belajar. Berpura-pura menjadi warga Palestina untuk sesaat dan bayangkan reaksi Anda terhadap kejadian terus-menerus yang terdaftar di bawah ini tanpa ada harapan berakhir!
Saat memulai karya ini, saya tidak tahu bahwa daftarnya akan begitu panjang! Dan ini belum lengkap! Tapi bila seseorang betul-betul ingin tahu kebenarannya, mulailah dari sini dan kemudian kerjakan pekerjaan rumah Anda. Yang membuat saya heran adalah bagaimana Inggris, Amerika, dan Mesir telah memaafkan Israel atas kejahatannya terhadap warganegara mereka, beberapa terdaftar di sini.
Komandan paramiliter yang melakukan pembantaian penduduk desa Palestina, termasuk pembantaian Qibya dan Nahalia dan pembantaian di Jalur Gaza. Terlibat saat itu adalah Kepala Staf Moshe Dayan, Jenderal Ariel Sharon, dan Jenderal Rafael Eitam. Sharon dan Eitam bertanggung-jawab langsung atas pembantaian tersebut.
KELOMPOK TERORIS AWAL ISRAEL
Tak lama setelah Perang Dunia II berakhir, terdapat tiga organisasi dasar paramiliter Zionis di Palestina, bekerja memerangi bangsa Arab, dengan tujuan spesifik mengusirnya dari Palestina. Mereka adalah Haganah, Irgun Z’vai Leumi, dan Stern Gang.
Gaza merupakan perang skala-penuh selain sekadar episode berlumur-darah terbaru dalam pemerintahan teror Israel enam dekade terhadap warga Palestina. Dalam karya ini Anda akan mengetahui tentang peristiwa lainnya sejak tahun 1946, dua tahun sebelum pendirian negara Yahudi. Daftarnya panjang, AMAT belum lengkap, amat menggelisahkan, dan menunjukkan apa yang dipikul oleh warga Palestina dan banyak lainnya di Timur Tengah selama lebih dari 60 tahun. Kebijakan pemusnahan ini dijalankan secara jauh lebih terbuka di Tepi Barat dan Gaza, di mana media internasional terkendali menceritakan kisah tersebut sesuai keinginan Israel dan pemerintah yang terlibat. Seperti biasa, ceritanya adalah Israel kecil mempertahankan diri dari bangsa Arab yang kuat dan penuh kebencian.
Yang sangat menarik, para pelaku ini bangga akan aksi masa lalu mereka dan bersikukuh diri mereka bukan teroris melainkan sekadar bekerja untuk tujuan terhormat, penyingkiran seluruh orang Arab dari Palestina untuk mendirikan negara Israel di atas tanah yang dicuri dan disita. Mengutip dari salah satu orang ini, “Saat itu kami tidak keberatan dipanggil teroris yang menggunakan kekuatan brutal untuk mengusir mereka.” Menariknya, bangsa ini, dibangun di atas darah, bangsa teroris dan bajingan, berteriak soal roket-roket kecil yang ditembakkan oleh korbannya dan kemudian mempergunakan ini sebagai dalih untuk menghilangkan ribuan warga sipil lantaran “HAMAS” terlibat.
Teroris Menachem Begin bersama anggota geng teroris Irgun Z’vai Leumi. Kelompok Begin bertanggung-jawab atas banyak kejahatan, termasuk pembantaian Hotel King David dan pembantaian Deir Yassin, bersekongkol dengan Jewish Agency dan Haganah.
Sebelum ada Mandat Inggris, penetap Yahudi telah membentuk sekelompok pengawas bersenjata berkuda yang disebut Hashomar dan dengan hadirnya Mandat Inggris, kelompok itu menjadi Haganah (Pertahanan). Dengan keanggotaan 60.000 Yahudi Zionis, Haganah memiliki tentara lapangan terlatih sebanyak 16.000 orang dan satuan bernama Palmach, sebuah angkatan penuh waktu, yang berjumlah sekitar 6.000 orang.
Irgun Z’vai Leumi mencakup antara 3.000 sampai 5.000 teroris bersenjata, dan tumbuh dari Haganah dan cabang Palmach-nya pada tahun 1933. Irgun tidak siap mematuhi Jewish Agency yang berusaha mengurangi teror Haganah agar tidak kehilangan kehormatannya.
Jasad tentara Inggris, sersan Clifford Martin dan Mervyn Palce, yang dibunuh oleh Irgun Z’vai Leumi. Jasad mereka dipasangi ranjau bahan peledak guna membunuh prajurit Inggris yang menemukannya.
Pada 1939, salah satu komandan perwira Irgun, Abraham Stern, meninggalkan organisasi induk tersebut dan membentuk Stern Gang, beranggotakan sekitar 200 sampai 300 fanatik berbahaya. Para Perdana Menteri Israel terkemudian memulai karir mereka di geng-geng ini.
AKTIFITAS TERORIS ZIONIS 1939-2007
1939: Haganah meledakkan jalur pipa minyak Irak dekat Haifa. Moshe Dayan adalah salah seorang pelaku dalam aksi itu. Teknik ini dipakai lagi pada 1947 sekurangnya empat kali.
20 Agustus 1937 – 29 Juni 1939: Selama periode ini, Zionis menjalankan serangkaian serangan terhadap bis-bis Arab, mengakibatkan kematian 24 orang dan melukai 25 lainnya.
Mesin bom surat yang dikirim ke pejabat-pejabat Inggris dan keluarganya oleh teroris Yahudi.
1939: Jerusalem Post Office 25 November 1940: S.S. Patria diledakkan oleh teroris Yahudi di pelabuhan Haifa, menewaskan 268 imgiran ilegal Yahudi. Ledakan itu adalah kerjaan tentara bawah tanah Yahudi, Haganah, yang hanya bermaksud merusak kapal untuk mencegahnya berlayar, tapi salah memperhitungkan jumlah bahan peledak yang diperlukan untuk melumpuhkan kapal. Banyak pihak mengatakan bahwa ini bukan salah perhitungan dan merupakan pembunuhan disengaja atas Yahudi oleh Yahudi, dalam rangka mempengaruhi kebijakan imigrasi Inggris terhadap Palestina.
24 Februari 1942: S.S. Struma meledak di Laut Hitam, menewaskan 769 imigran ilegal Yahudi. Dilukiskan oleh Jewish Agency sebagai aksi “protes masal dan bunuh diri masal”.
6 November 1944: Teroris Zionis dari Stern Gang membunuh Menteri Residen Inggris di Timur Tengah, Lord Moyne, di Kairo.
Menachem Begin berpose sebagai Rabbi bersama istri dan putranya, Benjamin (yang kini menjadi ekstrimis Anggota Knesset), saat bersembunyi di Palestina dari kejaran Kepolisian pada tahun 1945.
22 Juli 1946: Teroris Zionis meledakkan Hotel King David di Yerusalem, yang menampung kantor pusat pemerintahan sipil Palestina, menewaskan atau melukai lebih dari 200 orang. Irgun pimpinan Menachem Begin merencanakan dan menjalankan pembantaian 92 orang Inggirs, Arab, dan Yahudi, dan melukai 58 lainnya itu.
Sebagai kepala Jewish Agency, David Ben-Gurion menyetujui operasi tersebut. Untuk memusnahkan bukti yang dikumpulkan Inggris, para pemimpinnya bersekongkol dengan geng Haganah, Palmach, Irgun, dan Stern dalam segelombang kejahatan teroris dan pembunuhan. Pengeboman Hotel King David adalah yang paling terkenal dan mengikuti pola terorisme negara Israel yang brutal.
Jasad salah seorang sekretaris yang tewas dalam ledakan Hotel King David.
Juni 1947: Surat-surat yang dikirim ke Menteri-menteri Kabinet Inggris ditemukan mengandung bom.
Bom surat yang dikirim oleh Stern Gang pimpinan Yitshak Shamir kepada Sir Stafford Cripps di London.
3 September 1947: Bom kartu pos yang dialamatkan ke Kantor Perang Inggris meledak di ruang penyortiran kantor pos di London, melukai 2 orang. Kartu pos itu dipertalikan dengan Irgun atau Stern Gang. (Sunday Times, 24 September 1972, hal. 8).
Pada saat itu, PLAN DALETH sedang ramai-ramainya. Saat pengusiran dan pembantaian menghimpun langkah, para pemimpin Zionis merundingkan dan akhirnya mengadopsi apa yang dikenal sebagai Plan Daleth, yang memberi perintah gamblang kepada komandan-komandan Haganah – angkatan militer utama Zionis – tentang bagaimana berurusan dengan warga Palestina: “Operasi ini bisa dijalankan dengan menghancurkan desa-desa lewat pembakaran, dengan meledakkannya, dan dengan menanam ranjau di reruntuhannya, dan terutama yang pusat populasinya sulit dikuasai secara permanen; ataupun dengan mengadakan operasi penyisiran dan pengawasan sesuai garis pedoman berikut; pengepungan desa, pelaksanaan penggeledahan di dalamnya. Jika ada perlawanan, angkatan bersenjatanya harus disapu-bersih dan penduduknya diusir ke luar perbatasan negara.”
11 Desember 1947: Enam warga Arab tewas dan 30 lainnya terluka saat bom dilemparkan dari truk-truk Yahudi ke bis-bis Arab di Haifa; 12 warga Arab tewas dan yang lainnya terluka dalam sebuah serangan oleh Zionis bersenjata terhadap desa pantai Arab dekat Haifa. Di kota Haifa, pasukan Zionis mulai menggelindingkan tong-tong berisi bahan peledak ke lingkungan Palestina dan menuangkan minyak terbakar ke jalanan. Mereka kemudian, dengan senapan mesin, menembaki penduduk yang mencoba memadamkan api.
13 Desember 1947: Teroris Zionis, diyakini anggota Irgun Zvai Leumi, menewaskan 18 warga Arab dan melukai hampir 60 lainnya di kawasan Yerusalem, Jaffa, dan Lydda. Di Yerusalem, bom dilemparkan ke sebuah pasar Arab dekat Gerbang Damaskus; di Jaffa, bom dilemparkan ke dalam sebuah kafe Arab; di desa Arab, Al-Abbasya, dekat Lydda, 12 warga Arab tewas dalam serangan mortar dan senjata otomatis.
19 Desember 1947: Teroris Haganah menyerang sebuah desa Arab dekat Safad, DI Gallilee, meledakkan dua rumah di tengah malam saat keluarga sedang tidur. Dalam reruntuhannya ditemukan jasad 10 warga Arab, termasuk 5 anak-anak. Haganah mengaku bertanggung-jawab atas serangan tersebut serta serangan serupa lainnya pada waktu itu.
Peta sebuah desa kecil yang tak lagi eksis, Yafur.
29 Desember 1947: Dua polisi Inggris dan 11 warga Arab tewas dan 32 warga Arab terluka di Gerbang Damaskus di Yerusalem, saat anggota Irgun melemparkan bom dari sebuah taksi.
30 Desember 1947: Pasukan campuran dari Zionis Palmach dan Carmel Brigade menyerang desa Balad al-Sheikh, menewaskan lebih dari 60 warga Arab.
1947 – 1948: Nakkba! Lebih dari 700.000-800.000 warga Arab Palestina diambil rumah dan tanahnya; sejak saat itu, mereka tidak diberi hak untuk kembali ataupun kompensasi atas harta kekayaan mereka. Setelah pengusiran mereka, Pasukan Israel meratakan 385 desa dan kota Arab dengan tanah dari total 475, dan menghapuskan sisa-sisanya. Akhirnya, desa-desa Israel, Kibbutzim, dan kota-kota dibangun di atas sisa reruntuhan itu.
Wanita Yahudi yang baru tiba dan berjalan di reruntuhan calon rumah baru mereka.
Israel tak pernah mengakui hak pengungsi Palestina untuk kembali sebab ia tahu bahwa kepulangan semacam itu akan merusak proyeknya mempertahankan mayoritas Yahudi dalam perbatasannya. Pengungsi-pengungsi ini tidak menimbulkan ancaman bagi komunitas Yahudi di Israel, tapi lebih mengancam ideologi negara Israel yang tak menyisakan ruang bagi non-Yahudi di Israel. Tujuan Israel bukanlah demokrasi untuk warganegaranya, melainkan lebih kepada demokrasi Yahudi.
Wanita dan anak-anak Palestina yang meninggalkan rumah mereka dalam peristiwa Nakkba. Perhatikan ketiadaan laki-laki, yang dikirim untuk bekerja atau ke kamp konsentrasi.
13 Desember 1947 – 10 Februari 1948: Tujuh insiden pelemparan bom kepada warga sipil Arab yang tak berdosa di kafe dan pasar, menewaskan 138 dan melukai 271 lainnya. Selama periode ini, terdapat 9 serangan terhadap bis-bis Arab. Zionis memasang ranjau pada kereta-kereta penumpang setidaknya dalam 4 kesempatan, menewaskan 93 orang dan melukai 161 lainnya.
1 Januari 1948: Teroris Haganah menyerang sebuah desa di lereng Gunung Carmel; 17 warga Aab tewas dan 33 terluka.
4 Januari 1948: Teroris Haganah berseragam Tentara Inggris menyusup ke pusat Jaffa dan meledakkan Serai (Rumah Pemerintahan Turki lama) yang dipakai sebagai markas pusat Komite Nasional Arab, menewaskan lebih dari 40 orang dan melukai 98 lainnya.
Tetangga baru Yahudi, dari kamp, saling memberi salam di antara puing-puing desa Palestina yang dulunya tumbuh subur.
5 Januari 1948: Hotel Semiramis milik Arab di Yerusalem diledakkan, menewaskan 20 orang, di antaranya adalah Viscount de Tapia, Konsul Spanyol. Haganah mengaku bertanggung-jawab atas kejahatan ini.
7 Januari 1948: 17 warga Arab tewas oleh ledakan bom di Gerbang Jaffa di Yerusalem, 3 dari mereka sedang mencoba melarikan diri. Korban lain, mencakup pembunuhan perwira Inggris dekat Hebron, dilaporkan berasal dari berbagai wilayah negeri.
16 Januari 1948: Zionis meledakkan tiga gedung Arab. Di gedung pertama, 8 anak berusia antara 18 bulan sampai 12 tahun tewas.
15 Februari 1948: Teroris Haganah menyerang sebuah desa Arab dekat Safad, meledakkan beberapa rumah, menewaskan 11 Arab, termasuk 4 anak-anak.
3 Maret 1948: Kerusakan parah terjadi pada gedung Salam milik Arab di Haifa (sebuah blok apartemen dan toko 7 tingkat) akibat Zionis yang mengendarai lori (truk) tentara menuju gedung dan melarikan diri sebelum peledakan 400 pon bahan peledak; korban tewas berjumlah 11 warga Arab dan 3 warga Armenia dan melukai 23 orang. Stern Gang mengklaim bertanggung-jawab atas insiden itu.
22 Maret 1948: Blok perumahan di Jalan Irak di Haifa diledakkan, menewaskan 17 orang dan melukai 100 lainnya. Empat anggota Stern Gang mengendarai dua truk bermuatan bahan peledak ke jalan tersebut dan meninggalkannya sebelum ledakan.
Mayat korban pembantaian Deir Yassin.
31 Maret 1948: Untuk kedua kalinya dalam satu bulan, Cairo-Haifa Express dipasangi ranjau tanah elektronik dekat Benyamina, menewaskan 40 orang dan melukai 60 lainnya.
9 April 1948: Pasukan gabungan dari Irgun Zvai Leumi dan Stern Gang, didukung oleh pasukan Palmach, merebut desa Arab, Deir Yassin, dan membunuh lebih dari 200 warga sipil tak bersenjata, termasuk tak terhitung wanita dan anak-anak. Pria tua dan wanita muda ditangkap dan dipawaikan dengan rantai di Jewish Quarter, Yerusalem; 20 sandera kemudian ditembak di tambang Gevaat Shaul. Para pelaku berharap menakuti tetangga mereka agar melarikan diri, sehingga mempercepat proses pengusiran.
16 April 1948: Zionis menyerang bekas kamp tentara Inggris di Tel Litvinsky, menewaskan 90 orang Arab di sana.
19 April 1948: 14 warga Arab tewas di sebuah rumah di Tiberius, yang diledakkan oleh teroris Zionis. Ada pula penjarahan besar-besaran di Jaffa yang dilakukan menyusul serangan bersenjata oleh teroris Irgun dan Haganah. Mereka menjarah dan membawa pergi segala sesuatu yang bisa mereka bawa, menghancurkan apa yang tidak bisa dibawa.
3 Mei 1948: Sebuah bom buku yang dialamatkan kepada seorang perwira Tentara Inggris, yang pernah ditempatkan di Palestina, meledak, menewaskan saudaranya, Rex Farran.
11 Mei 1948: Sbeuah bom surat yang dialamatkan kepada Sir Evelyn Barker, mantan Komandan Perwira di Palestina, terdeteksi tepat pada waktunya oleh istrinya.
21 Mei 1948: Sebanyak 230 warga Palestina ditembak tanpa belas kasihan di Tantura dan dimakamkan di sebuah kuburan masal pada 22 Mei. Pada link ini, Anda akan menemukan foto-foto dan keterangan 21 saksi mata mengenai kejahatan ini.
25 April 1948 – 13 Mei 1948: Penjarahan besar-besaran di Jaffa dilakukan menyusul serangan bersenjata oleh teroris Irgun dan Haganah. Mereka merampok dan membawa pergi segala sesuatu yang bisa mereka bawa, menghancurkan apa yang tidak bisa dibawa.
17 September 1948: Count Folke Bernadotte, Mediator PBB di Palestina, dibunuh oleh anggota Stern Gang di sektor Yerusalem yang dikuasai Zionis. Ajudan Bernadotte, Kol. Serot, juga dibunuh oleh teroris Yahudi.
November 1948: Desa Kristen Arab, Igrit dan Birim, diserang dan dihancurkan, menewaskan dan melukai tak terhitung warga sipil bersenjata, termasuk wanita dan anak-anak. Semua penduduk Kristen Arab diusir secara paksa dari rumah-rumah mereka. Negara Israel masih menolak mengizinkan mereka pulang ke desa mereka meski terdapat beberapa perintah pengadilan.
Wanita yang dibunuh oleh Israel dalam serangan mereka terhadap desa Sharafat pada 7 Februari 1952. Meledakkan rumah-rumah warga Palestina hingga mengubur kepala para penghuninya merupakan praktek standar dalam serangan Israel.
Februari 1949: Semua wrga Arab diusir secara paksa dari rumah mereka di desa Anan dan Kafr Yasif oleh teroris Haganah.
1950: Agen Zionis melemparkan bom ke sebuah sinagog di Baghdad, Irak, dan target Yahudi lainnya dalam rangka menekan kaum Yahudi agar bermigrasi ke Israel.
Pada 11 Juli 1953, patroli Israel melintasi garis demarkasi dan memasuki sebuah rumah di desa Khirbat-an-Najjar. Mereka melemparkan granat tangan ke sebuah rumah warga Palestina, menewaskan gadis berusia 8 tahun dan melukai ibunya. Granat tangan itu merobek perut sang gadis, sebagaimana terlihat di atas.
20 Agustus 1953: Orang-orang Israel bersenjata menyerang kamp pengungsi UNRWA di Bureij, Jalur Gaza. Mereka melemparkan granat lewat jendela pondok dan memberondong pengungsi dengan tembakan, menewaskan 30 orang dan melukai 62 lainnya.
14 Oktober 1953: Desa Qibiya diserang oleh pasukan Israel, menewaskan 42 penduduk.
Korban pembantaian Qibiya, Oktober 1953, dalam serangan Satuan Komando Israel yang dipimpin Ariel Sharon.
Juli 1954: Kantor konsuler dan informasi Amerika dan Inggris di Kairo disabotase oleh agen Israel yang beroperasi di bawah Kementerian Pertahanan Israel.
Desember 1954: Aksi pertama pembajakan udara dalam sejarah penerbangan sipil dilakukan oleh Israel saat sebuah maskapai sipil Suriah dipaksa turun di Tel Aviv, dan para penumpang dan krunya ditahan selama berhari-hari, meski ada kecaman internasional.
4/5 April 1956: Israel menembaki Gaza dengan mortar 120 mm, menewaskan 56 warga sipil Arab dan melukai 103 lainnya.
11 Januari 1952 – 25 September 1956: Israel menjalankan penggerebekkan kasar terhadap desa-desa Arab, Beit Jala, Falame, Rantis, Qibiya, Nahalin, Bani Suhaila, Rahwa, Gharandal, Wadi Fukin (di Palestina and Suriah) dan kamp-kamp pengungsi di Bureij dan Gaza di Jalur Gaza, menewaskan 220 warga sipil Arab.
Seorang Yahudi yang baru tiba sedang melihat-lihat puing-puing yang tersisa, kini menjadi rumahnya.
29 Oktober 1956: 47 penduduk Arab, termasuk 7 anak-anak dan 9 wanita, dibantai oleh penjaga perbatasan Israel di desa Kufr Kassem. Para penjaga datang dan mengumumkan bahwa akan ada jam malam mulai pukul 17.00 sore itu. Sebagian besar orang bekerja di ladang dan tidak mengetahui jam malam tersebut. Saat mereka pulang di malam hari, mereka langsung ditembak.
3 November 1956: Kota Khan Yunis diduduki oleh tentara Israel. 275 orang dibunuh.
Seorang Yahudi menjarah rumah-rumah untuk mendapatkan sedikit barang yang disisakan oleh militer.
12 November 1956: 111 warga sipil dibunuh oleh pasukan Israel di kamp pengungsi Rafah.
6 Oktober 1959: Komisi Gabungan Gencatan Senjata Mesir-Israel mengecam Israel atas beberapa ratus orang Badui suku Azazmah dari Nagab.
13 November 1960: Pasukan besar Israel, termasuk tank dan mobil lapis baja, menyerang desa Samu’, menghancurkan 125 rumah, satu sekolah, satu klinik; 15 rumah dihancurkan di sebuah desa lain, menewaskan total 18 orang dan melukai 54 lainnya.
1959 – 1963: Angkatan bersenjata Israel menyerang kamp-kamp pengungsi di Rafah dan desa-desa di Nuqeib, Rafat, dan Shaikh Hueesin di Suriah dan Palestina, menewaskan 47 warga sipil.
USS Liberty sebelum serangan Israel.
6 Juni 1967: pada 8 Juni 1967, selama Perang Enam Hari, pasukan Israel menyerang USS Liberty, sebuah kapal penghimpun keterangan rahasia milik Angkatan Laut AS, di lepas pantai Gaza, menewaskan 35 orang dan melukai 171 lainnya. Serangan itu bukan hanya disengaja, tapi Presiden Johnson menarik kembali penerbangan penyelamat Armada Keenam guna menghindari bentrokan antara AS dan Israel. Ini sudah terbukti. Aksi kooperatif ini dimaksudkan untuk mendorong rakyat Amerika agar mendukung Israel dalam perangnya melawan Mesir.
USS Liberty, dalam kondisi miring dan parah, berjalan pincang menuju daerah aman sehari kemudian.
Temuan Penyelidikan Pengadilan Angkatan Laut AS no 24: Sejak serangan udara pertama, para penyerang (Angkatan Udara Israel) terkoordinasi, akurat, dan tekun. Luncuran roket yang berlalu-lalang dan senapan mesin (meriam penembak cepat 30 mm) dari kedua haluan, kedua balok-silang kapal, dan segala penjuru secara efektif memamah seluruh geladak atas yang mencakup kendali kapal dan jaringan komunikasi internal (bertenaga suara). Serangan udara awal yang diarahkan dengan baik telah menghapuskan kemampuan empat senapan mesin kaliber 50.
PUBLIK AMERIKA TAK PERNAH DIBERITAHU SOAL KEJAHATAN INI!
12 Juni 1967: 400 keluarga diusir dari Moroccan Quarter di Yerusalem, setelah tiga jam pemberitahuan untuk mengosongkan rumah mereka. Insiden serupa terjadi di Qalqilya.
Rumah-rumah Arab yang dihancurkan oleh Israel pada 1967 untuk memberi akses lebih luas kepada Yahudi menuju “Tembok Rataban”.
12 Juni 1967: Desa Beit Nuba, Yalu, dan Amwas diratakan dengan tanah setelah pengusiran penduduk secara paksa.
Juni/Juli 1967: Selama perang Juni 1967, pasukan Israel secara sengaja menyerang staf UNEF asal India dalam 5 kesempatan, menewaskan 11 orang dan melukai 24 lainnya. Sekjen PBB melaporkan bahwa pasukan Israel juga menganiaya petugas UNEF dan merampas harta mereka.
Juni/Desember 1967: Sebagai akibat dari perang Juni 1967, lebih dari 400.000 warga Arab Palestina yang tinggal di Gaza dan Tepi Barat dan lebih dari 100.000 warga Palestina dan Suriah yang tinggal di area Kuneitra diambil rumahnya dan tidak diperbolehkan pulang selagi area tersebut di bawah pendudukan Israel.
11 Juni 1967 – Juni 1974: Pasukan Israel menghancurkan 19.000 rumah warga Palestina di Tepi Barat dan Gaza, yang setara dengan 380 desa dan kota, hampir sama dengan jumlah yang dihancurkan sebelumnya di periode 1948-1950.
28 Desember 1968: Satuan komando Israel bertransportasi helikopter menyerang bandara sipil Beirut dan menghancurkan 13 pesawat sipil, menimbulkan kerusakan senilai 22 juta poundsterling.
4 September 1967, 29 September 1967, 8 Juli 1968, 8 September 1968, 11 Mei 1969: Artileri Israel menembaki area-area pemukiman di Ismail, Suez, dan Port Said. Pemerintah Mesir mengumumkan bahwa 600 orang tewas dan 1000 lainnya terluka di Ismail sejak perang Juni 1967.
12 Februari 1970: Pesawat-pesawat Israel mengebom sebuah pabrik dekat Abu Zabaal, Mesir, menewaskan 70 pekerja sipil dan melukai 98 lainnya.
31 Maret 1971: Pesawat-pesawat Israel mengebom kota Mansoura di Delta Nil, menewaskan 12 warga sipil dan melukai 35 lainnya.
8 April 1970: Pesawat-pesawat Israel mengebom sekolah Bahr al-Baqr di provinsi Sharkia, 80 kilometer utara Kairo, menewaskan 46 anak sekolah.
11 Maret 1971: 34 keluarga dari Jalur Gaza diusir ke Abu Zuneima, di Gurun Sinai.
1 Agustus 1971: Otoritas pendudukan militer Israel di Jalur Gaza memulai pembongkaran rumah dan kampanye teror yang dirancang untuk memaksa  400.000 pengungsi Palestina di Jalur tersebut pergi.
28 April 1972: Sebuah pesawat Piper Israel terbang di atas desa Arab, Akraba, menyemprotkan defolian/perontok kimiawi ke atas panen gandum miliki penduduk. Sebelumnya, Tentara Israel menyita paksa 100.000 dunum tanah bercocok-tanam. Pada Mei 1971, penduduk desa diminta menjual tanah yang tersisa. Saat mereka menolak, panen mereka dimusnahkan.
8 Juli 1972: Ghassan Kanafani, novelis dan editor Palestina, tewas di Beirut ketika sebuah bom yang ditanam oleh agen “Israel” meledak di mobilnya. Turut tewas adalah keponakannya yang berusia 16 tahun.
18 Juli 1972: Emile Khayyat, pegawai Bank Rif di Beirut, terluka serius saat sebuah bom surat yang dikirim oleh cabang teroris Zionis, Mossad, meledak di wajahnya.
19 Juli 1972: Dalam insiden serupa, Dr. Anis Sayegh menderita luka serius pada tangan dan matanya di Beirut.
25 Juli 1972: Bassam Abu Sharif, penulis muda Palestina di Beirut, terluka serius saat bom buku meledak.
November 1967 – September 1972: Lebih dari 1500 warga sipil tewas dalam serangan Israel terhadap warga sipil Arab di desa-desa dan kamp-kamp pengungsi di Palestina, Yordania, Suriah, Libanon, dan Mesir.
1 Maret 1972, 9 Maret 1972, 8 September 1972: Israel menjalankan serangan terhadap area-area sipil di Suriah, seperti Hamma dan Maysaloun.
12 September 1972: Tiga anak tewas di sebuah rumah sakit Libanon akibat luka yang diderita dalam serangan pesawat Israel terhadap kamp pengungsi Palestina, Annahr Al-Barid, merenggut nyawa total 13 orang dari kamp ini saja.
14 September 1972: Seorang akuntan Los Angeles, Mohammed Shaath, terluka bersama salah seorang anaknya saat sebuah bom yang ditanam oleh agen Israel meledak di rumahnya.
16 September 1972: Pasukan lapis baja Israel menyerang selatan Libanon, menarik diri setelah menghancurkan banyak rumah dan menjarah dalam skala besar.
17 September 1972: Sebuah tank Israel secara sengaja melindas taksi di selatan Libanon, melumatkan 9 penumpangnya.
Februari 1973: Penembakan jatuh pertama sebuah maskapai sipil dilakukan oleh Israel, saat sebuah maskapai Libya ditembak jatuh oleh jet temput Israel di atas Sinai atas perintah langsung dari Perdana Menteri Israel, Golda Meir, menewaskan seluruh 107 penumpangnya dan semua kru Prancis.
3 Januari 1970, 22 Mei 1970, 27 Februari 1972, 8 September 1972, 17 September 1972: Israel menyerang desa-desa dan kamp-kamp pengungsi Arab di selatan Libanon.
4 Oktober 1972: Librairie Palestine, Paris, rusak oleh bom. Tanggung-jawab diklaim oleh Masada Movement for Action and Defense, sebuah organisasi pelajar.
16 Oktober 1972: Wael Zuaiter, akademisi dan seniman Palestina, diberondong tembakan oleh Mossad di jalan masuk apartemennya di Roma.
25 Oktober 1972: Ahmad Wafi, cendekiawan Palestina, terluka serius di Aljazair oleh bom surat Israel.
25 Oktober 1972: Mustafa Awad Zaid mengalami kebutaan dan kelumpuhan di Tripoli dan dua orang Libya yang sedang lewat terluka saat dia membuka sebuah bom surat.
26 Oktober 1972: Dua pegawai Bank Import-Export di Beirut terluka serius saat sebuah bom surat meledak.
26 Oktober 1972: Seorang perwira polisi Mesir yang mengecek tiga surat mencurigakan terluka saat surat-surat itu meledak.
29 November 1972: Omar Sufan, perwakilan Bulan Sabit Merah di Stockholm, kehilangan jari-jarinya saat sebuah bom surat meledak.
29 November 1972: Adnan Hammad, pemimpin pelajar Palestina, terluka serius di Jerman dan diketemukan bersama sebuah bom surat.
30 November 1972: Ahmed Awadallah, pemimpin pelajar Palestina di Kopenhagen, kehilangan lengannya saat bom surat yang dikirim Mossad meledak.
Juli 1967 – Desember 1972: Angkatan bersenjata Israel, dalam aksi penghukuman dan pembalasan kolektif, meledakkan atau membuldoser lebih dari 10.000 rumah warga sipil Arab di Gaza dan Tepi Barat.
8 Desember 1972: Mahmoud Hamshari, pemimpin dan cendekiawan Palestina, kehilangan kaki dan kemudian mati, pada 8 Januari, saat bom elektronik yang dipasang oleh Mossad meledak di rumahnya di Paris. Aharon Yariv (mantan Menteri Informasi Israel) mengawasi eksekusi operasi itu, sebab dia ditugasi operasi khusus yang diarahkan kepada orang-orang Palestina.
25 Januari 1973: Hussein Abul Kheir tewas di Siprus saat sebuah bom meledak di kamar hotelnya.
21 Februari 1973: Pelosok paling utara Libanon diinvasi oleh pasukan udara dan kapal Israel, menyebabkan kematian 40 warga sipil Arab.
22 Februari 1973: Sebuah maskapai sipil Libya ditembak jatuh oleh pesawat tempur Israel di atas Sinai, menewaskan 106 penumpang dan kru.
6 April 1973: Dr. Bassel Kubaissy, profesor ilmu politik asal Irak, diberondong tembakan dan tewas di sebuah jalanan Paris oleh pasukan khusus Israel.
(Kamal Nasser, salah seorang penyair terkemuka Palestina, diberondong tembakan dan tewas di rumahnya di Beirut pada 10 April 1973 oleh pasukan khusus dan skuad teror Israel.)
10 April 1973: Pemimpin-pemimpin Palestina, Muhammad Yussuf Najjar, Ny. Najjar, Kamal Adwan, dan Kamal Nasser diberondong tembakan dan tewas di rumah mereka di Beirut oleh pasukan khusus dan skuad teror Israel.
2 Mei 1973: Ny. Nada Yashruti, pemimpin feminis Palestina dan ibu dua orang anak, disergap tiba-tiba oleh tiga agen Israel bersenapan mesin di jalan masuk apartemennya dan tewas.
29 Juni 1973: Mohammed Boudaiah, penyair Aljazair dan sahabat bangsa Palestina, tewas saat bom yang dipasang Israel meledak di mobilnya di Paris.
21 Juli 1973: Ahmed Bouchiki diberondong tembakan oleh agen Israel di Oslo. Israel mengaku bertanggung-jawab atas kejahatan ini, yang disusul oleh panggilan pengadilan. Dalam penuntutan, terungkap informasi yang menghubungkan para pembunuh Israel itu dengan pembunuhan Zuaiter, Hamshari, dan pemimpin dan cendekiawan Palestina lainnya yang dibunuh di Eropa.
12 April 1974: Pasukan Israel menyerang desa-desa Libanon, menewaskan 2 warga sipil, menghancurkan 31 rumah, dan menculik 13 orang.
13 Mei 1974: Pesawat-pesawat Israel menyerang Libanon, menewaskan 4 warga sipil.
16 Mei 1974: pesawat-pesawat Israel menyerang dan membombardir kamp-kamp pengungsi di Libanon, menewaskan 50 warga sipil dan melukai 200 lainnya di kamp pengungsi Nabatiyeh dan Ein-el-Helweh. Kamp Nabatiyeh musnah total.
19 Mei 1974: Satuan angkatan laut Israel membombardir kamp pengungsi Rashidiyeh, menewaskan 8 warga sipil.
22 Mei 1974: Pesawat-pesawat Israel mengebom kamp-kamp pengungsi di Libanon, melukai 2 warga sipil dan menghancurkan tak terhitung banyak rumah.
20 Juni 1974: Pesawat-pesawat Israel mengebom kamp-kamp pengungsi di Libanon, menewaskan 10 warga sipil dan melukai ratusan lainnya.
8 Juli 1974: Satuan angkatan laut Israel menyerang Tyre dan Saida, menenggelamkan 21 perahu penangkap ikan.
7 Agustus 1974: Pesawat-pesawat Israel mengebom desa-desa di selatan Libanon.
13 Agustus 1974: Kapal-kapal angkatan laut Israel menembaki kamp-kamp pengungsi, menewaskan 1 warga sipil dan melukai enam lainnya.
25 Agustus 1974: Pasukan Israel menembaki desa-desa di selatan Libanon.
24 September 1974: Pasukan Israel menembaki desa-desa di selatan Libanon.

September 1981: Bom mobil mulai rutin menteror Muslim Beirut Barat sebagai strategi untuk mengusir PLO dari Libanon. Mossad mensponsori pembantaian tersebut.
1981: Serangan udara Israel di Libanon menewaskan 20 warga sipil di area pemukiman Saida, 150 di Fakhani, dan 150 di area Universitas Arab Beirut.
Musim panas 1982: Israel menginvasi Leibanon. Begitu masifnya Serangan bom terhadap Beirut pada Agustus 1982, atas perintah Menteri Pertahanan Ariel Sharon, sampai-sampai sekitar 20.000 warga sipil tewas.
16 September 1982: Sharon mengirim skuad pembunuh Phalangis Kristen Maronit ke dua kamp pengungsi Palestina, Sabra dan Shatila. Dengan tank-tank dan pasukan Israel yang mengepung ketat kamp guna mencegah agar tak seorangpun melarikan diri, skuad pembunuh tersebut memberondong dengan senapan mesin, membayonet, dan menggada warga sipil Palestina sepanjang malam itu, keesokan harinya, dan malam berikutnya, sementara Israel yang mengepung kamp dengan riang-gembira mendengarkan tembakan senapan mesin dan jeritan yang datang dari dalam.
Sharon kemudian mengirim buldoser untuk menyembunyikan sebanyak mungkin kejahatan itu. Sekitar 1.500 sampai 2.500 pria, wanita, dan anak-anak Palestina terbunuh. Bahkan setelah upaya buldoser oleh Sharon, banyak warga Palestina masih tidak terkubur, dan pekerja Palang Merah menemukan seluruh keluarga, termasuk ratusan kaum tua dan anak kecil, dengan leher terpotong atau mengeluarkan isi perut. Tak terhitung jumlah wanita dan gadis yang juga diperkosa sebelum disembelih.. [Sebuah investigasi Israel pada tahun 1983 menemukan bahwa Israel bertanggung-jawab secara tak langsung tapi “secara pribadi” atas kematian masal itu, dan dia dipaksa meletakkan jabatan.]
1982 Oktober: Teroris Israel mengebom rumah, mobil, dan kantor tiga walikota terpilih di kota-kota Tepi Barat – Nablus, Ramallah, dan Al-Beireh.
1986: Naj Al-Ali, kartunis Palestina, dibunuh oleh agen Israel.
April 1988: Prajurit komando Israel menyerbu rumah Khalil Al-Wazir, seorang pemimpin Palestina, dan menembaknya di ranjang.
Februari – Maret 1989: Jet-jet Israel mengebom Lembah Bekaa, Libanon, menewaskan 15 anak-anak dan banyak orang dewasa.
14 April 1989: Polisi Israel dan penduduk Yahudi bersenjata menyerang desa Palestina, Nahalin, menewaskan 8 orang dan melukai 50 lainnya.
20 Mei 1990: Seorang prajurit IDF di Oyon Qara berbaris dan memberondong sampai mati 7 orang Palestina dengan senapan mesin yang sedang menunggu untuk melintas masuk Israel untuk menuju tempat kerja mereka. Dalam demonstrasi yang timbul kemudian, pasukan IDF membuka dengan penembakan senjata api langsung yang menewaskan 13 orang.
8 Oktober 1990: Prajurit IDF memulai penembakan senjata api langsung kepada jemaah di Masjid Al-Aqsa, masjid tersuci ketiga di dunia, menewaskan 22 orang.
Februari 1994: Anggota Partai Kach, Baruch Goldstein, menggunakan assault rifle untuk membunuh sekitar 30 warga Palestina yang sedang shalat di masjid Hebron. Hampir 200 orang terluka. Aksi teroris ini dipuji oleh banyak rabbi. Selama demonstrasi yang kemudian terjadi, pasukan IDF membuka dengan penembakan senjata api langsung kepada demonstran, menewaskan 23 orang dan melukai ratusan lainnya – angka pasti korban tidak pernah dirilis.
Menyusul insiden itu, Israel menerapkan jam malam 5 minggu penuh, dan selama itu 76 warga Palestina, sebagian besar adalah anak-anak pelempar batu, tewas. Pemerintah Israel kemudian memberi izin pendirian tugu peringatan untuk menghormati Goldstein.
27 Februari 1994: Mossad mengebom Gereja Katolik Maronit “Our Lady of Deliverance” di Jounieh, Libanon, menewaskan 11 jemaat.
28 Maret 1994: Polisi rahasia Israel menembaki terduga aktivis Palestina, menewaskan 6 orang dan melukai 49 lainnya di Jabalia. Mereka yang terluka dikeluarkan dari mobil mereka dan kemudian ditembak di kepala untuk menghabisi mereka.
17 Juli 1994: Penduduk Israel menembaki warga Palestina yang sedang menunggu di Eretz Chekcpoint untuk melintas masuk Israel untuk menuju tempat kerja. Warga Palestina di sekitarnya melihat apa yang terjadi dan disusul baku tembak yang berlangsung selama enam jam. Di pihak Palestina, 11 tewas, 200 terluka; di pihak Israel, satu prajurit tewas dan 21 terluka, serta satu penduduk Israel terluka.
11 April 1996: Israel meluncurkan Operasi Grapes of Wrath dengan menyerang Libanon selatan, menewaskan hampir 170 warga sipil. Begitu masifnya serangan bom itu sampai-sampai hampir setengah juta penduduk melarikan diri dari area tersebut. IDF mengebom naungan PBB untuk para pengungsi di Qana, Libanon, menewaskan sekurangnya 106 warga sipil. Menurut Human Rights Watch, 2018 rumah dan bangunan di Libanon Selatan hancur total atau dibombardir parah. Total kerugian ekonomis Libanon diperkirakan mencapai setengah miliar dolar.
1999: Pesawat perang Israel mengebom sekelompok anak kecil yang sedang merayakan festival Muslim di Lembah Bekaa, menewaskan 8 anak. Tahun 2000 menjadi saksi videoklip pembunuhan berdarah-dingin terhadap Mohamed el-Dura yang berusia 10 tahun.
2000: Israel mengungkap kejahatan terburuknya terhadap bangsa Palestina. Pembunuhan target aktivis dan pemimpin Palestina menjadi hal lumrah, menghasilkan serangan bunuh diri sebagai balasan dari kekuatan perlawanan Palestina.
12 Oktober 2001: Dua agen Mossad ditahan karena berupaya mengebom dewan pertimbangan Kongres Nasional Meksiko di Mexico City.
Mahmoud Abu Hanoud, dibunuh lantaran memperjuangkan solusi dua-negara yang ingin dihindari oleh Israel dengan harga berapapun. Penyingkiran pemimpin moderat akan mendorong warga Palestina ke kelompok fanatik, memberi Israel musuh ekstrimisnya.
23 November 2001: Mahmoud Abu Hanoud terbunuh saat Israel mengebom mobil yang dia naiki ketika bepergian dekat Nablus. Tentang kematian Hanoud, dikatakan: “Meski Israel mengatakan selalu mencari target ‘teroris’, faktanya ia juga mencari anggota kepemimpinan Palestina yang memiliki dua atribut penting: Satu, mereka tertarik pada solusi dua-negara, dan dua, mereka adalah jenis orang yang cukup kuat untuk menjadi kelompok damai dalam kepemimpinan Palestina. Sebagian besar orang ini telah dibunuh. Strategi Israel adalah membunuh orang Palestina moderat dan militan dan mengarahkan ini menuju laga akhir di mana Israel memperoleh musuh ekstrimis yang diinginkannya. Sharon mendorong masyarakat Palestina semakin ke kanan, ke fanatik, yang diperhitungkan menciptakan hasil yang dia inginkan. Pada 1923, Zionis radikal, Ze’ev Jabotinsky (bapak spiritual Menachem Begin dan juga Meir Kahane), menulis bahwa “cara tunggal” bagi Yahudi untuk berhadapan dengan bangsa Arab di Palestina adalah “menghindari sama sekali semua upaya penyelesaian” – yang disebut secara eufimis oleh Jabotinsky sebagai “pendekatan dinding besi”. Bukan kebetulan, sebuah gambar Jabotinsky menghiasi meja Sharon.”
10 Desember 2001: Aktivis Palestina, Muhammad Sidir (24 tahun), terkena misil yang dijatuhkan di persimpangan jalan yang ramai. Dua anak Palestina tewas dalam serangan itu dan dua anak lainnya terluka. Helikopter Israel melayang-layang di atas lokasi pembantaian itu selama lima menit, mencegah segera dilakukannya perawatan medis kepada korban luka dan sekarat.
17 Desember 2001: Pasukan Israel membunuh aktivis Palestina, Yaqoub Aidkadik.

14 Januari 2002: Teroris Israel menanam bom di luar rumah pemimpin perlawanan Palestina, Raed al-Karmi, menewaskannya. Dia diperlihatkan di atas dengan luka diperban yang dihasilkan dalam upaya Israel sebelumnya.
Puing-puing bom mobil yang menewaskan Elie Hobeika.
24 Januari 2002: Elie Hobeika, warganegara Libanon, adalah saksi kunci dalam kasus kejahatan perang Sabra-Shatila yang sedang dijalankan di sebuah pengadilan Belgia terhadap perdana menteri Israel, Ariel Sharon. Hobeika dibom di luar rumahnya di Beirut bersama tiga pengawal dan satu warga sipil yang sedang berdiri di dekat mereka. Bom mobil itu adalah kerjaan pembunuh profesional yang bekerja kepada Mossad. Ledakan terjadi dua hari setelah Hobeika setuju untuk memberikan bukti soal Sharon. Marwan Hamadeh, menteri Libanon untuk urusan pengungsi menyatakan, “Evaluasi awal saya adalah bahwa tentu saja Israel tidak ingin saksi melawannya dalam kasus bersejarah di pengadilan Belgia.” Perdana Menteri Teroris Sharon menolak tuduhan: “Saya cukup mengatakan, dari sudut pandang kami, kami tak ada kaitan dengan subjek ini sama sekali, dan komentar ini tidak berguna,” kata Sharon kepada reporter.
September – Desember 2001: Sekitar 200 anak Palestina tewas dan 400 lainnya terluka oleh pasukan Israel. 60 rumah Palestina di Gaca dihancurkan sebagai bagian dari penghukuman kolektif atas kematian prajurit Israel.
6 – 16 Maret 2002: Sekitar warga sipil Palestina dibantai di kamp pengungsi Jabalya, Jalur Gaza, oleh pasukan Israel.
30 Maret 2002: Lima penjaga bank Palestina dieksekusi di Ramallah oleh prajurit Israel.
3 – 11 April 2002: IDF membantai sekurangnya 52 warga sipil Palestina. Begitu brutalnya aksi itu sampai-sampai Human Rights Watch mengecam Israel telah “melakukan pelanggaran serius terhadap hukum kemanusiaan internasional, beberapa terdapat bukti kuat kejahatan perang”. Amnesti Internasional, dalam laporannya 4 November 2002 mengenai Jenin dan Nablus, juga menduga keras bahwa Israel melakukan kejahatan perang. Secara rinci, laporan itu menyatakan bahwa terjadi pembunuhan tak sah; terdapat pelalaian untuk memastikan pertolongan medis atau kemanusiaan; terjadi penghancuran rumah dan properti; pemotongan suplai air dan listrik bagi warga sipil; terjadi penyiksaan atau perlakuan kejam, tak manusiawi, atau merendahkan lainnya dalam penahanan sewenang-wenang; dan penggunaan warga sipil Palestina untuk operasi militer atau sebagai “perisai manusia”. Di samping itu, laporan Amnesti Internasional tersebut menuduh bahwa warga sipil tidak diberi peringatan sebelum rumah mereka dihancurkan dan karenanya mereka terkubur dalam reruntuhan.
Polisi memeriksa mobil Mohammed Jibril, putra pemimpin Palestina, Ahmed Jibril. Pada foto di atas, kaki korban bisa dilihat terjuntai dari rongsokan mobil.
Mohammed Jibril
20 Mei 2002: Mossad melakukan bom mobil terhadap Mohammed Jibril, putra seorang pemimpin Palestina.
23 Juli 2002: Jet F16 menjatuhkan 1.000 bom berpemandu laser di atas sebuah blok apartemen Gaza City yang berisi penghuni, menewaskan 15 orang, termasuk 9 anak-anak dan Syeikh Salah Shahada, pimpinan militer HAMAS. Lebih dari 150 orang terluka, sebagian besar adalah kaum tua dan wanita.
5 Februari 2003: Kamla Said, seorang wanita setengah tuli berumur 65 tahun, tewas saat tentara Israel menghancurkan rumahnya dengan mendinamitnya dalam sebuah serangan terhadap kamp pengungsi Maghazi di Jalur Gaza sedangkan dia masih berada di dalam rumah.
16 Maret 2003: Rachel Corrie, 23 tahun, seorang aktivis perdamaian dari Amerika, dilindas hingga mati oleh buldoser tentara Israel di Rafah, Gaza, saat dia memprotes penghancuran rumah.
11 April 2003: Tom Hurndall, 21 tahun, seorang aktivis perdamaian dari London, ditembak di kepalanya oleh seorang prajurit Israel saat dia mencoba menolong seorang wanita Palestina dan anak-anaknya keluar dari sebuah baku tembak di Rafah.
4 Agustus 2005: Mantan personil Tentara Israel dan anggota Partai Kach, Eden Natan-Zada, menyerang sebuah bis menggunakan assault rifle, menewaskan 4 orang Palestina, melukai 12 lainnya.
15 Juli 2006: IDF, sesaat sebelum invasinya ke Libanon, sebagai respon resmi terhadap penculikan salah satu prajuritnya oleh militan HAMAS dekat Jalur Gaza, menjalankan serangan hebat, di mana sekurangnya 60 warga sipil tewas dan ratusan terluka. Pesawat-pesawat Israel mengebom sebuah fasilitas penyaluran listrik, memadamkan listrik separuh Jalur Gaza, dan merobohkan stasiun-stasiun pompa air, mengakibatkan sebagian besar Jalur Gaza tidak memiliki air yang bisa diminum. Jembatan-jembatan yang menghubungkan paruh utara dan selatan Jalur Gaza dibom, dan perlintasan perbatasan ditutup, mempertaruhkan nyawa penduduk sipil Jalur Gaza, yang tergantung sepenuhnya kepada suplai makanan dan bahan bakar yang dibawa masuk lewat perlintasan perbatasan dengan Israel.
Juli – Agustus 2006: Angkatan Udara Israel mengebom Libanon selama 34 hari, menewaskan sekitar 1.300 warga sipil. Operasi pengeboman itu begitu sadis, Libanon disebut “dibom menjadi zaman batu”. Infrastruktur Libanon hancur.
8 November 2006: IDF menembaki sederetan rumah di kota Beit Hanoun, Jalur Gaza, menewaskan 19 warga Palestina dan melukai lebih dari 40 lainnya. Menteri Luar Negeri Italia, Massimo D’Alema, menyebut penembakan warga sipil tersebut disengaja.
Laporan Amnesti Internasional 2007, untuk tahun yang berakhir pada Desember 2006, menyatakan, “Meningkatnya kekerasan antara Israel dan Palestina menghasilkan peningkatan tewasnya warga Palestina oleh pasukan Israel sebanyak tiga kali lipat. Jumlah orang Israel yang tewas oleh kelompok bersenjata Palestina menurun setengah. Lebih dari 650 warga Palestina, termasuk sekitar 120 anak-anak, dan 27 orang Israel tewas. Pasukan Israel melakukan bombardir udara dan artileri di Jalur Gaza, dan Israel terus memperluas pemukiman ilegal dan membangun pagar/dinding sepanjang 700 km di atas tanah Palestina di Teritori Pendudukan.
Blokade militer dan peningkatan pembatasan yang diterapkan oleh Israel kepada pergerakan-pergerakan Palestina dan pengambil-alihan tugas pabean Palestina oleh Israel menyebabkan kemerosotan signifikan dalam penghidupan penduduk Palestina di Teritori Pendudukan, dengan kemiskinan, ketergantungan bantuan pangan, persoalan kesehatan, dan pengangguran yang mencapai level kritis. Prajurit dan penduduk Israel melakukan kejahatan HAM serius, termasuk pembunuhan tak sah, terhadap warga Palestina, sebagian besar tanpa mendapatkan hukuman.
Ribuan warga Palestina ditangkap oleh pasukan Israel di seluruh Teritori Pendudukan atas kecurigaan pelanggaran keamanan dan ratusan lain ditahan dalam penahanan administratif.
Penolak wajib militer Israel terus dipenjarakan lantaran menolak mengabdi di tentara. Dalam perang 34 hari melawan Hizbullah di Libanon pada Juli-Agustus, pasukan Israel melakukan pelanggaran serius terhadap hukum kemanusiaan internasional, termasuk kejahatan perang. Bombardir Israel menewaskan hampir 1.200 orang, dan menghancurkan atau merusak puluhan ribu rumah dan infrastruktur sipil lainnya. Pasukan Israel juga mengotori Libanon selatan dengan sekitar satu juta bom kluster belum meledak yang terus menewaskan dan membuntungkan warga sipil setelah konflik.”

1 Juni 2007: Pasukan Israel menembak dan menewaskan dua warga Palestina berusia 13 tahun, Ahmed Abu Zbeida dan Zaher al-Majdalawi, dekat pagar perbatasan Gaza-Israel, menyatakan bahwa keduanya sedang merangkak ke arah palang “dengan cara yang mencurigakan”. Kedua anak laki-laki itu telah bilang kepada orangtuanya bahwa mereka akan pergi ke pantai. (The Guardian, 1 Juni 2007)
Dalam review akhir tahunnya soal kekerasan Israel terhadap bangsa Palestina, Organisasi HAM Israel, B’tselem, menyatakan bahwa pada 2007, hingga tanggal 29 Desember, pasukan keamanan Israel membunuh 373 warga Palestina – 290 di Gaza, 83 di Tepi Barat, 53 di antaranya adalah orang non-dewasa.
Sebagai perbandingan, pada 2006, 657 warga Palestina tewas, termasuk 140 orang non-dewasa: 523 di Gaza, 134 di Tepi Barat.
Pada 2007, terdapat peningkatan sebesar 13% dalam jumlah orang Palestina yang ditahan dalam penahanan administratif tanpa persidangan, yang rata-rata 830 orang. 66 checkpoint berpenjaga dan 459 palang jalan rata-rata membatasi pergerakan di Tepi Barat, karenanya menghalangi kebebasan warga Palestina untuk bergerak.
Israel meneruskan kebijakan pembekuan terhadap penyatuan keluarga, meniadakan hak puluhan ribu warga Palestina untuk hidup berkeluarga. Jumlah rumah yang dihancurkan di Yerusalem Timur meningkat 38 persen. Warga Palestina terus menghadapi diskriminasi parah dalam penjatahan air di Tepi Barat, menimbulkan kesulitan serius di musim panas.
Laporan Amnesti Internasional 2008, dalam review akhir tahunnya untuk 2007, menyatakan, “Situasi HAM di Teritori Palestina Pendudukan Israel (OPT) tetap mengerikan.  Pasukan Israel membunuh lebih dari 370 warga Palestina, menghancurkan lebih dari 100 rumah Palestina, dan mengenakan pembatasan yang semakin ketat terhadap pergerakan warga Palestina. Pada bulan Juni, pemerintah Israel mengenakan blokade yang tak pernah dilakukan sebelumnya terhadap Jalur Gaza, praktisnya memenjarakan seluruh 1,5 juta penduduk, menundukkan mereka pada penghukuman kolektif dan menimbulkan krisis kemanusiaan paling genting sampai sekarang ini. Sekitar 40 warga Palestina meninggal setelah ditolak keluar Gaza untuk perawatan medis urgen yang tidak tersedia di rumah sakit setempat. Sekitar 9.000 orang dewasa dan anak-anak Palestina masih berada di penjara-penjara Israel, beberapa dari mereka telah ditahan tanpa tuduhan atau persidangan selama bertahun-tahun.” Selama periode yang sama, 13 orang Israel dibunuh oleh kelompok bersenjata Palestina.
Seolah serangkaian terorisme negara ini belum cukup, warga Palestina yang dicurigai aktif menentang pendudukan Israel atas Tepi Barat atau Gaza mendapati rumah dan keluarga mereka diserang oleh tank, mortar, misil, dan bom Israel. Dan setelah tersangkanya dibunuh atau dipenjarakan, tentara Israel membuldoser atau mendinamit rumah keluarga mereka. Selama bertahun-tahun pendudukan, ribuan rumah telah dihancurkan dengan cara ini. Israel juga telah membunuh ratusan pemimpin Palestina. Serangan semacam itu seringkali menewaskan orang-orang tak bersalah yang berada di lokasi peristiwa.
Brutalitas polisi terhadap orang Arab Israel adalah hal lumrah dan terdokumentasi dnegan baik. Penahanan ilegal, pemukulan, penyitaan harta pribadi, dan penyiksaan warga Arab Israel adalah fakta kehidupan. Rumah mereka rutin diserbu dan digedor ditengah malam, dengan dalih mencari tersangka. Dari tahun 1967 sampai 1988, lebih dari 600.000 warga Palestina ditahan di penjara Israel selama periode satu minggu sampai seumur hidup. Selama Intifadah pertama (1987-1994), Israel menahan sekitar 175.000 orang Palestina. Menurut B’tselem, sekitar 85% tahanan Palestina disiksa selama interogasi.
Penyiksaan Israel itu dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari menyumbat korban dengan tas yang direndami urin dan tinja dan diikat pada kepala mereka sampai penggunaan pecut ternak elektrik untuk sodomi dan mutilasi. Penyiksaan bengis kepada para tahanan dikenal sebagai bentuk terorisme yang sangat keji. Ribuan warga Palestina dan Libanon mati saat berada dalam penahanan Israel.
Penggunaan bom kluster di teritori sipil adalah untuk membunuh warga sipil tak bersenjata dan dianggap sebagai kejahatan, menurut sebagian besar hukum internasional. Namun, Israel memakai bom kluster dalam operasi pengebomannya di Libanon. Oleh sebab itu, tak heran jika saat seluruh dunia baru-baru ini bersumpah takkan pernah “memakai munisi kluster” dalam keadaan apapun ataupun “mengembangkan, memproduksi, mendapatkan, mencadangkan, menyimpan, atau mentransfer kepada siapapun, langsung atau tak langsung, munisi kluster, Israel, juga AS, China, dan Rusia belum meratifikasi perjanjian yang melarang penggunaannya.
Meskipun daftar terorisme di atas belum lengkap, yang jelas banyak pemimpin Negara Israel – Begin, Rabin, Shamir, Barak, dan Sharon – adalah teroris dan, tak peduli siapapun yang menjalankan pemerintahan di sana, Negara Israel terus mempraktekkan terorisme terhadap warga Palestina dan tetangganya yang tercabut hak miliknya. Beraninya, ia juga mempraktekkan terorisme terhadap AS, negara yang telah menjadi dermawan terbesarnya.
Belakangan, blokade 11 bulan teranyar Israel atas Gaza dijuluki sebagai sesuatu yang “sangat buruk” oleh Desmond Tutu, Peraih Nobel Perdamaian. Dia mencela komunitas internasional dengan menyatakan bahwa “kebisuan dan keterlibatan kita, khususnya soal situasi di Gaza, mempermalukan kita semua. Itu hampir seperti perilaku junta militer di Burma.”
Perang terbaru di Palestina bukanlah perang – itu adalah holocaust di mana anak-anak dan wanita menjadi target, sebagaimana di Libanon dua tahun sebelumnya. Peribahasa lama bahwa HAMAS menggunakan anak-anak sebagai perisai disampaikan dan media menerimanya. Sudah terdokumentasi dengan baik bahwa Israel terang-terangan mengabaikan gencatan senjata 6 bulan dan, saat HAMAS membalas, Israel menyerang warga Palestina dengan brutal. Sementara itu, rencana pemukiman untuk Tepi Barat sedang ditingkatkan seraya penetap Israel terus menteror dan membunuh warga Palestina. Gencatan senjata terbaru ditandai dengan satu per satu pelanggaran oleh Israel – petani petani muda di sini, sebuah keluarga di sana, Israel meneruskan jalan pengusiran dan teror. Dan [korbannya] selalu anak-anak.
Hammad Silmiya (13 tahun) ditembak di kepala, pada 14 Februari 2009, oleh IDF saat sedang mengawasi ternak gembalaannya.
Yang menyedihkan, banyak pembuat undang-undang di Barat yang berteriak soal pelanggaran HAM di tempat-tempat seperti Burma dan China – terutama saat sampai pada persoalan Tibet – merupakan pendukung terorisme negara Israel paling vokal. Mengapa berstandar ganda? Apakah semua pemimpin di Eropa dan Barat setuju dengan genosida Zionis ini atau akankah mereka membangun keberanian moral untuk menghukum Israel atas catatan terorisme negaranya yang sangat besar?

http://unseenhands.wordpress.com/2011/02/09/israel-didirikan-melalui-terorisme-dipupuk-dengan-darah/

No comments:

Post a Comment