Search This Blog

Thursday, February 10, 2011

Gerakan Hizbullah Unggul Telak Dari Intel Israel

YERUSALEM (Berita SuaraMedia) - Hizbullah memiliki intelijen informan yang lebih baik daripada Israel dan kendali yang lebih baik atas pasukannya selama Perang Lebanon Kedua, menurut sebuah laporan resmi IDF (Israel Defense Forces/Tentara Pertahanan Israel) yang baru-baru ini disusun oleh seorang perwira atas angkatan laut.

Artikel yang mendapat penghargaan dari Kepala Staf Umum Letnan Jenderal Gabi Ashkenazi tersebut ditulis oleh Lt-Kol. Robi Sandman, dan diterbitkan dalam edisi terbaru Ma'arahot, sebuah jurnal bulanan mengenai isu-isu militer.
Selama penelitian artikel yang diberi judul "Bagaimana orang-orang Arab sedang mempersiapkan diri untuk perang berikutnya," Sandman memerintahkan perwira senior IDF 24 untuk menilai tentara dan Hizbullah dalam 10 kategori, pada skala 1 sampai 10.
Sementara IDF saat ini menikmati fasilitas teknologi tinggi, namun laporan itu justru mengungkapkan bahwa pasukan tentaranya menunjukkan buruknya pengumpulan intelijen untuk Hizbullah, tidak efektif dalam memerintah pasukannya selama perang sebulan, dan kurang memiliki motivasi untuk menang.
Dalam hal agen intelijen, Hizbullah menerima nilai 7 dan IDF  6, dalam hal doktrin dan strategi militer Hizbullah menerima 9 dan IDF yang 5, Dalam hal teknologi, IDF menerima 9 dan Hizbullah yang 5, dalam hal pelatihan dan organisasi, Hizbullah menerima 8 dan IDF 7, dan dalam hal komando taktis Hizbullah menerima 8 dan IDF 6.
24 pejabat senior IDF yang dimintai penilaian juga memutuskan bahwa Hizbullah memiliki motivasi untuk menang lebih besar daripada IDF. Hizbullah mendapat nilai 8 dalam kategori motivasi, sedangkan IDF mencetak gol hanya 4.
Dalam artikel itu, Sandman mengklaim bahwa IDF saat ini dipimpin dengan cara yang tidak akan mampu mencegah ribuan pejuang Hizbullah atau Syiria untuk menyusup jauh ke dalam Israel.
Perang berikutnya, tulisnya, kemungkinan akan mencakup pengiriman ratusan Hizbullah dengan masing-masing tim terdiri dari 4-5 orang pejuang, dipersenjatai dengan peluru kendali anti-tank dan senapan sniper, ke Galilea.
"Kita perlu mengakui bahwa IDF dengan strukturnya saat ini tidak akan dapat memberikan respon terhadap pasukan yang diperlengkapi dengan luar biasa baik yang sedang bangkit untuk menghancurkan Negara Israel," tulisnya.
Ratusan skuad ini akan dapat mengandalkan infrastruktur lokal Israel-Arab di Galilea, tulis Sandman. Dia merekomendasikan agar IDF segera mendirikan pasukan elit pengintai yang mampu melawan ancaman ini.
Sandman juga memperingatkan kemungkinan bahwa dalam konflik di masa depan, Amerika Serikat mungkin tidak akan membantu Israel seperti yang terjadi di masa lalu.
Selama perang 2006 dan Perang Yom Kippur pada tahun 1973, AS menerbangkan persenjataan maju ditambah dengan amunisi ke Israel untuk mengisi stok yang terus berkurang.
Sandman memperingatkan dua katalis utama yang menjadikan kemungkinan berkurangnya dukungan. Yang pertama adalah apa yang ia sebut menurunnya pengaruh komunitas Yahudi atas pemerintah AS.
"Tren ini akan terus menjadi lebih buruk, mengacu pada asimilasi dan cepatnya kebangkitan minoritas lain seperti Hispanik, yang saat ini mencapai 30 juta orang di AS," tulisnya.
Yang kedua adalah kemungkinan perubahan dalam pemerintahan dan kebijakan berikutnya yang akan "dapat membuat Israel kehilangan sekutu."
Kesimpulannya, Sandman merekomendasikan IDF untuk meminta AS membangun gudang tambahan untuk persediaan persenjataan darurat di Israel, sekalipun "jika Israel harus membayar untuk perawatannya."
Walaupun saat ini diketahui bahwa AS telah memiliki beberapa gudang persenjataan di Israel.
Rekomendasi kedua adalah bahwa Israel dan AS mengadakan latihan bersama untuk mempersiapkan kemungkinan bahwa IDF suatu hari akan berada di bawah ancaman dan memerlukan dukungan pasukan Amerika.
"Dukungan semacam ini akan menjadi penting suatu hari dalam keadaan darurat, namun sekaligus juga berfungsi sebagai penghalang untuk musuh ketika merencanakan sebuah serangan," tulisnya. (ad/jp/wp) Dikutip oleh www.suaramedia.com

No comments:

Post a Comment